Monday, December 11, 2006

Aku, kamu dan hujan

Hujan masih turun dengan lebatnya pagi ini. Aku menemukanmu di teras, duduk di kursi kayu dengan segelas air putih dan rokok kretek kegemaranmu. Setelah satu sapaan, kita kembali terdiam. Kamu menikmati isapan kretek pagiharimu, sambil sesekali menimpali obrolan teman-teman lain.
Pagi itu, kita hanya terpisah oleh sebuah meja, begitu dekat, sampai-sampai aku tak sanggup menoleh untuk memandangmu, takut mata ini akan mengkhianatiku, dan menyampaikan segala rahasiaku padamu.

Maka aku memilih berpaling, memandangi hujan yang masih turun,
sudah berapa kali hujan yang kita bagi bersama? berapa kali basah yang kita habiskan bersama?
Duduk bersisian, dihangatkan oleh percakapan-percakapan yang terus mengalir digenangi tawa. Bukankah bosan tak pernah hinggap ketika kita bersama?

Hujan kali ini,
setiap rintiknya seperti jarum yang menancap dan menimbulkan sakit di seluruh syaraf
bahkan suara derasnya pun tidak lagi menyejukkan.
Aku menoleh, kamu masih di sana, terasa jauh dan asing.


-Teluk Dalam, 11 Desember 2006-

Luka

Andai saja kita tak pernah dipertemukan oleh semesta,
mungkin mata ini tidak akan kembali basah.
Andai saja aku tak pernah mengajakmu bersamaku menghitung tiang kapal di bawah bintang-bintang,
mungkin luka ini tidak akan kembali berdarah.

Apalah artinya aku dibandingkan rembulan penuh yang redupnya bersinar gemilang
Aku hanya bongkok yang bersembunyi di balik rimbun pohon nyiur,
bermain dengan bayang-bayang
dan mengeja kesunyian dalam kesia-siaan.

Teluk Dalam, 4 Desember 2006

(tanpa judul)

Andai kukatakan
bahwa semua kata ini tercipta karenamu,
akankah segala hal menjadi berbeda?


Teluk Dalam, 3 Desember 2006

Pelangi



Hari ini betul-betul ada pelangi.
Hanya saja,
aku tak mengira
bahwa ini satu pertanda.

Hari ini ada pelangi
buram dan basah.
Di ujung pelangi kulihat
Dia menari bersama bidadari.



TD, 3 Desember 2006

Rindumu bukan untukku



Aku tahu,
Rindumu bukan untukku, tak pernah untukku.

(Puntung rokok yang berserakan...
Jika mereka dapat bicara,
akan mereka katakan bahwa bukan aku yang kau cari diantara kepulan asap).

Dan tetap saja,
Kata-katamu selalu terngiang, senyummu selalu di sana, kemanapun aku berpaling
seperti gerimis pagi hari yang begitu manis dan menyejukkan.

(Ketika, kita duduk bersebelahan, dan kau mengaduk langit malam dengan resahmu,
Sepotong hati jatuh seperti daun kering musim gugur
karena resahmu tak pernah untukku.)

Rinduku untukmu begitu kelabu,
Namun kucipratkan warna, dan berpura-pura melukis pelangi.

Teluk Dalam, 24 November 2006

Same question, again and again...

It’s still the same old story
A fight for love and glory
A case of do or die
The world will always welcome lovers
As time goes by
(ngutip dari tulisan casablanca-nya wulan)

would this one last?
or it's just a lust?


-Teluk Dalam, 10 November 2006-

Meracau

Hampa menusuk.sabtu kelabu.wajah para peragu.kepul asap rokok.semua abuabu.malas.saatnya tidur.nanti menyusul.katakata terucap.basabasi.basibasi.lagu demi lagu.semoga hujan turun.sepi.kamu disana.terasa jauh.aku berpaling.semua jadi tidak penting.bunyi jam dinding.esok merayap datang.sapa mereka.mereka siapa.sungging senyum lempar kabar.halo.bagaimana kemarin.baikbaik.topengmu.kamu.taruh.dimana.sulut rokok baru.sembunyi dibalik asap.musik sunyi.tak peduli.sepi.suara langkah.cari apa.ketikketikketikketuk.topeng.pesta topeng.muka bopeng.penuh koreng.ayo goreng.aku cari kamu.di antara topeng.sepi.disini sepi.duduk disini.temani aku.kita tertawa.melihat topeng.menari.
Teluk Dalam, 3 November 2006.